Sabtu, 30 Juni 2012

Jalak Bali, Masih atau Punah?


Nusa Penida- Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991, satwa ini masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya.
Yayasan Pecinta/Penyantun Taman Nasional bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi (HIMABIO) Universitas Udayana mengadakan sebuah penelitian monitoring populasi burung Jalak Bali di Nusa Penida (26/12) berlangsung hingga (28/12). 
“Kegiatan monitoring populasi burung Jalak Bali merupakan sebuah agenda enam bulan sekali yang penting dilaksanakan untuk mengetahui jumlah populasi burung jalak bali yang dilepas dari penangkaran FNPF di sekitar wilayah Nusa Penida,” ujar Drh. I. Gede Nyoman Bayu Wirayudha - CEO dari Friends of the National Park Foundation

 FNPF merupakan sebuah lembaga lokal nirlaba yang didirikan pada tahun 1997 di Nusa Penida oleh sekelompok orang Indonesia yang berprofesi sebagai dokter hewan. Lembaga nirlaba ini juga menjadikan 3 buah pulau di Nusa Penida (Penida, Ceningan, dan Lembongan) sebagai cagar alam untuk burung-burung yang terancam punah, khususnya burung Jalak Bali. 
 “Pada tahun 2006, FNPF telah melakukan pendidikan konservasi, kegiatan konservasi, dan pertemuan dengan para pemuka adat desa serta masyarakat pulau Nusa Penida serta mendapatkan kesepakatan dari 41 Desa di Nusa Penida mengenai peraturan desa adat ‘awig-awig’ tentang perlindungan burung langka yang wajib ditaati oleh seluruh penduduk desa, dimana burung bisa terbang bebas di alam liar di bawah perlindungan masyarakat. Hal ini mengacu pada perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970,” ujar Drh. I Made Widana- Project Manager dari Friends of the National Park Foundation
 I Komang Andika Putra, Koordinator Mahasiswa untuk kegiatan monitoring populasi Jalak Bali mengatakan, “Kami melakukan monitoring selama 3 jam pada setiap pengamatan di 30 titik berbeda yang ada di Nusa Penida, setiap titik terdiri dari 1 tim, yang berisi 2-3 orang mahasiswa. Pengamatan dilakukan dengan melihat secara langsung menggunakan mata telanjang, ataupun mempergunakan bantuan alat binokuler.” 
 “Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pencatatan jumlah satwa yang dilihat, jam kedatangan, aktivitas satwa, arah kedatangan satwa, dan arah perginya satwa. Hal tersebut untuk menghindari pencatatan populasi satwa 2 kali, jika ternyata satwa yang sama dilihat pada titik yang berbeda. Selain itu, juga perlu diperhatikan apakah kaki burung tersebut menggunakan cincin atau tidak, karena itu menunjukkan indikator burung tersebut adalah burung yang dilepas oleh FNPF tahun 2010 lalu.“ tambahnya.
 “Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dari 30 titik yang berbeda dapat dihitung burung Jalak Bali yang terlihat sebanyak 124 ekor, dimana jumlah ini telah meningkat dari tahun 2006 yang dilepaskan sebanyak 64 burung jalak bali, dan pada tahun 2010 terdata sebanyak 112 ekor,”  ujar Drh. I Made Widiana.
 “Kegiatan ini merupakan hal yang baik dan positif bagi kami untuk belajar biologi di lapangan. Dari kegiatan ini kami juga dapat mempelajari biologi secara lebih mendalam pada sub-ekologi, ornitologi, dan taksonomi. Saya sangat senang bisa ikut berperan dalam penelitian ini dan akan kembali lagi pada penelitian tahun depan,” ungkap I Gede Lanang M.S, Ketua HIMABIO Universitas Udayana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar