Sabtu, 22 September 2012

What so exciting about Birdwatching?


Collared Kingfisher . Courtesy: flickrhivemind.net
Pengamatan burung merupakan salah satu kegiatan yang dapat mendekatkan manusia mengenal lingkungan sekitarnya. Mengapa hal ini sangat penting? Apakah konservasi burung berpengaruh pada kehidupan dunia dalam skala yang luas?

Bird and Ecology
Burung merupakan salah satu indikator biologi, bahwa di suatu tempat masih ada kehidupan. Memahami konservasi burung, berarti memahami ekologi. Burung-burung merupakan satuan yang terintegrasi dengan ekosistem dan memiliki peran yang sangat penting, termasuk di dalamnya sebagai kontrol terhadap insekta dan hewan pengerat, penyebar luas biji pohon (secara alamiah membantu konservasi hutan), dan sebagai salah satu bagian dari rantai makanan (menyediakan makanan bagi predator burung).  Just imagine when there’s no bird. How the plants will life? (Banyak pohon dan tumbuhan memerlukan peran burung untuk berkembang biak).
Konservasi burung juga dapat menyoroti keragaman habitat yang berbeda. Setiap burung tidak dapat hidup di habitat yang sama. Mereka memiliki kebutuhan dan persyaratan sendiri terkait adaptasinya dengan suatu lingkungan. Mengenal dan memahami ini, membuat kita lebih menghargai dan menghormati masyarakat dengan kultur budaya yang berbeda dari macam belahan dunia.
Dengan mempelajari dan memahami konservasi burung, kita akan mengerti hubungan di antara mahkluk hidup di bumi ini, dan memahami bagaimana hubungan itu dapat mempengaruhi kehidupan manusia secara tidak langsung.

Birdwatching
Birdwatching atau pengamatan burung merupakan suatu langkah upaya untuk memberikan edukasi kepada generasi muda dan masyarakat akan pentingnya menjaga eksistensi burung dalam suatu lingkungan. 
Collared Kingfisher flying. Courtesy: digdeep1962.blogspot.com
Birdwatching Race
Birdwatching Race merupakan suatu perlombaan pengamatan burung yang di dalamnya terangkum kegiatan edukasi, kompetisi, dan upaya penyadaran lingkungan untuk konservasi.  Melalui kegiatan ini, setidaknya peserta dapat mendapatkan pengalaman seminar dan tanya jawab tentang keanekaragaman burung, konservasi burung, dapat mengenali sebanyak mungkin jenis-jenis burung dan suara kicauan burung-burung yang ditemukan di suatu tempat, serta menguji pengetahuannya mengenai jenis-jenis burung, suara burung, fungsi burung berikut konservasi burung yang terdapat di suatu lokasi tertentu.

Lebih jauh, kita dapat mengidentifikasi jumlah dan jenis burung yang ada di suatu tempat tersebut. Melalui data-data tersebut, dapat diteliti lebih jauh lagi mengenai tumbuhan atau pohon apa saja yang hidup di sana (dapat dilihat dari fungsi paruh burung tersebut; apakah pemakan biji-bijian, dll.), dan dapat mengetahui organisme lain yang ada di sana (secara tidak langsung mengetahui biodiversitas lingkungan tersebut), karena burung memiliki peran sebagai salah satu bagian dari rantai makanan.

Bayangkan jika terdapat bagian yang hilang dalam suatu rantai makanan. Apa yang akan terjadi dalam suatu ekosistem tersebut? Tentunya insekta atau hewan pengerat tak terkendali (sebagai konsumen I; burung konsumen II) secara vertikal ke bawah pada bagan piramida rantai makanan dan kepunahan konsumen atas atau predator burung; karena kurang tersedinya sumber makanan, (secara vertikal ke atas pada bagan piramida rantai makanan). 

Hal tersebut mungkin menjadi salah satu jawaban dari pertanyaan, “Mengapa terdapat banyak hama yang  tak terkendali ada pada suatu lingkungan persawahan yang menyebabkan petani gagal panen?” Jawabannya mungkin saja karena populasi burung sebagai konsumen II dalam rantai makanan (kata lain:  sebagai predator hewan pengerat) telah terancam eksistensinya atau punah. Menarik pula bila ditilik dari segi budaya, terkait adat masyarakat Hindu di Bali, terdapat upacara mengusir Jro Ketut atau tikus. Bukan masalah, apakah permasalahan tersebut di selesaikan secara pendekatan ilmiah maupun kultural. Yang paling penting, solusi tersebut dapat menyelesaikan masalah dengan baik.

Hal lain yang perlu diperhatikan tentang lingkungan sekitar ialah adanya pencemaran; baik pencemaran udara maupun air, destruksi habitat, efek pestisida, undang-undang mengenai perburuan burung, dan populasi dari predator. Sebagai contoh: Jika terjadi pencemaran air pada suatu sungai atau sumber air lainnya, maka burung yang meminum air tersebut, secara langsung akan mati keracunan.

So, what are you waiting for? Let’s preserve our nature, save the birds!

Please be free to join BBR Udayana 2012 (Bali Birdwatching Race Udayana 2012 in Taman Nasional Bali Barat)!
Sumber:
Sudaryanto, dkk. 2008. Birdwatching Race di Tahura Ngurah Rai Bali sebagai Sarana Pendidikan Lingkungan untuk Pelajar dan Mahasiswa. Bukit Jimbaran: FMIPA Unud.
http://birding.about.com/od/birdconservation/a/importconserve.htm

Sabtu, 14 Juli 2012

THE 2012 ASIAN ENGLISH OLYMPICS



On February, 13th 2011, Aditya, Jessica and I went to Jakarta for join the Short Movie Making Competition in the 2012 Asian English Olympics held by BINUS University. There are many people from all over Asia, such as Malaysia, Philippine, Singapore, and Indonesia, who joining this competition. There are many kinds of competitions held there, such as story telling, debate, speech, scrabble, news casting, and short movie making. The first day of competition, we got a coaching clinic by Christian Razukas. It about tips and trick  or do and don’ts in making a short story movie. He also told us about his experience watching many movies from all over the word, and became the judges in international film festivals.
Our Prepared Movie                                                                                             
The theme of movie is “A Living Hero”. The movie must be in English and English subtitled. The genre is non-animation. Our short story movie is “Everybody Can Be”
The Presentation Round
The presentation round held in February 16th 2012. In this round, the judges watched the movie first. After that, we gave a 5 minute presentation about the inspiration, idea, the background of the movie, uniqueness of the movie, or any other things related to the movie. The presentation must be in English. After the presentation, the judges gave some inputs and suggestion about the movie.
The On the spot video
Each team made a maximum 3 minutes video during our first 3 days in the competition. The movie can be in form documentary, commercial or any other type of video. Then the judges will select top 5 videos that will be presented in the final day, and voting will be conducted. The video with the most votes will be awarded the most favorite video. Our on the spot video is “Focus Please” selected as the 5 on the spot video. Unfortunately, our video just became the first runner up favorite video.
You can also watch our on the spot video by follow this link: http://www.youtube.com/watch?v=KKpLbmC_A3I

THE JUDGES
Lulu Ratna
Lulu Ratna Co-founded of Konfiden Foundation. Invited as the jury member in Amnesty International-DOEN Award in Rotterdam International Film Festival 2005, International Competition in Tampere Film Festival 2007 and Youth New Wave International Film Festival Sri Lanka 2008. Received grants from Asian Cultural Council in New York, USA 2003-2004 and Visiting Fellow at School of Art Canberra, The Australian National University 2005.

Ekky Imanjaya
Ekky is an Indonesian film critic/ journalist. He is co-founder and editor of www.rumahfilm.org, a popular Indonesian online film journal. He graduated from a Masters Program for Film Studies at the Universiteit van Amsterdam. He wrote some books, including A to Z about Indonesian Films. He directed some short documentaries; one of his documentaries, MACET, won the best Documentary Award in Bangkok, Thailand.  

Christian Razukas
Christian Razukas is a former film programmer of the Hawaii International Film Festival and worked on eleven film festivals. He worked as a film and video archivist in San Francisco. Razukas works as a film and video archivist in San Francisco. Razukas works as a roving correspondent for Cinepod and has been quoted or reference in Filmmaker Magazine, The Philippine Star, the Philippine Inquirer, the Honolulu Weekly, Variety and The Hollywood Reporter. Now, Razukas also works in the Jakarta Post.

Well, finally we got the Best Presentation Achievement of Short Movie Making Competition and our on the spot video selected as the 5 best on the spot video in the 2012 Asian English Olympics. Yay :)

Sabtu, 30 Juni 2012

Jalak Bali, Masih atau Punah?


Nusa Penida- Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991, satwa ini masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya.
Yayasan Pecinta/Penyantun Taman Nasional bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi (HIMABIO) Universitas Udayana mengadakan sebuah penelitian monitoring populasi burung Jalak Bali di Nusa Penida (26/12) berlangsung hingga (28/12). 
“Kegiatan monitoring populasi burung Jalak Bali merupakan sebuah agenda enam bulan sekali yang penting dilaksanakan untuk mengetahui jumlah populasi burung jalak bali yang dilepas dari penangkaran FNPF di sekitar wilayah Nusa Penida,” ujar Drh. I. Gede Nyoman Bayu Wirayudha - CEO dari Friends of the National Park Foundation

 FNPF merupakan sebuah lembaga lokal nirlaba yang didirikan pada tahun 1997 di Nusa Penida oleh sekelompok orang Indonesia yang berprofesi sebagai dokter hewan. Lembaga nirlaba ini juga menjadikan 3 buah pulau di Nusa Penida (Penida, Ceningan, dan Lembongan) sebagai cagar alam untuk burung-burung yang terancam punah, khususnya burung Jalak Bali. 
 “Pada tahun 2006, FNPF telah melakukan pendidikan konservasi, kegiatan konservasi, dan pertemuan dengan para pemuka adat desa serta masyarakat pulau Nusa Penida serta mendapatkan kesepakatan dari 41 Desa di Nusa Penida mengenai peraturan desa adat ‘awig-awig’ tentang perlindungan burung langka yang wajib ditaati oleh seluruh penduduk desa, dimana burung bisa terbang bebas di alam liar di bawah perlindungan masyarakat. Hal ini mengacu pada perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970,” ujar Drh. I Made Widana- Project Manager dari Friends of the National Park Foundation
 I Komang Andika Putra, Koordinator Mahasiswa untuk kegiatan monitoring populasi Jalak Bali mengatakan, “Kami melakukan monitoring selama 3 jam pada setiap pengamatan di 30 titik berbeda yang ada di Nusa Penida, setiap titik terdiri dari 1 tim, yang berisi 2-3 orang mahasiswa. Pengamatan dilakukan dengan melihat secara langsung menggunakan mata telanjang, ataupun mempergunakan bantuan alat binokuler.” 
 “Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pencatatan jumlah satwa yang dilihat, jam kedatangan, aktivitas satwa, arah kedatangan satwa, dan arah perginya satwa. Hal tersebut untuk menghindari pencatatan populasi satwa 2 kali, jika ternyata satwa yang sama dilihat pada titik yang berbeda. Selain itu, juga perlu diperhatikan apakah kaki burung tersebut menggunakan cincin atau tidak, karena itu menunjukkan indikator burung tersebut adalah burung yang dilepas oleh FNPF tahun 2010 lalu.“ tambahnya.
 “Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dari 30 titik yang berbeda dapat dihitung burung Jalak Bali yang terlihat sebanyak 124 ekor, dimana jumlah ini telah meningkat dari tahun 2006 yang dilepaskan sebanyak 64 burung jalak bali, dan pada tahun 2010 terdata sebanyak 112 ekor,”  ujar Drh. I Made Widiana.
 “Kegiatan ini merupakan hal yang baik dan positif bagi kami untuk belajar biologi di lapangan. Dari kegiatan ini kami juga dapat mempelajari biologi secara lebih mendalam pada sub-ekologi, ornitologi, dan taksonomi. Saya sangat senang bisa ikut berperan dalam penelitian ini dan akan kembali lagi pada penelitian tahun depan,” ungkap I Gede Lanang M.S, Ketua HIMABIO Universitas Udayana.